Sabtu, 02 Mei 2020

Bab 4: Kehampaan. Pemulihan. Perjuangan. Penantian.

Sebenarnya kisah Clara sudah selesai di bab sebelumnya. Mulai bab ini, aku akan bercerita tentang kehidupanku setelah berpisah dengannya. Betapa sulit perjuangan yang harus kutempuh sejak saat itu. Betapa inginnya aku mengakhiri hidup untuk mengakhiri semuanya.

Namun, di sinilah aku sekarang, menuturkan kisah ini.

Sejak keputusanku membatalkan pernikahanku, aku tinggal di rumah untuk memulihkan luka batinku, walaupun tidak terlalu lama. Selama masa itu, kubiarkan dia mengambil barang-barangnya yang masih ada di apartemen. Karena suatu hal, keluargaku harus mengungsi ke apartemenku. Tentunya aku merasa senang karena akhirnya ada teman di tempat yang mulai kuanggap sebagai rumahku, namun tetap saja ada yang menghilang. Sekarang aku harus bermain game sendirian (walaupun memang sih sewaktu menikah aku pun juga mulai bermain sendirian). Sesekali aku bermain board game dengan rekan-rekan kerjaku. Di masa-masa awal itu, hanya beberapa saja rekan kerjaku yang sangat kupercaya yang kuceritai tentang kisah hidupku, terutama yang sedang merencanakan pernikahan. Aku tidak ingin dia ragu-ragu akan pernikahannya hingga harus mengalami nasib yang sama denganku. Untungnya, hingga saat ini, dia mengaku bahagia dengan pernikahannya. Setelah masalah mulai mereda, keluargaku kembali ke rumah sementara sepupu dan keponakanku ikut tinggal di apartemen untuk menemaniku, hingga kini.

Kehidupan sehari-hariku cukup banyak disibukkan dengan pekerjaan, walaupun aku mulai mengurangi bekerja di rumah. Aku juga mulai kembali aktif dengan kegiatan Gereja, yaitu mengikuti paduan suara. Di bulan-bulan awal, mamaku terutama menutup rapat masalahku ini, sehingga aku dengan terpaksa pun harus mengikuti menjaga rahasia jika ada yang bertanya ke mana istriku. Tentunya, aku sendiri sudah tidak lagi berhubungan dengan Clara. Facebook-nya ku-unfollow (tapi masih belum ku-block, karena aku masih harus membuktikan kecurigaanku antara Clara dan Larry, yang sayangnya tidak pernah terbukti), Line-nya ku-mute, dan kebetulan sekali pekerjaanku tidak mengharuskan berhubungan dengannya. Seluruh akun non-esensial dengannya kublokir: di Guild Wars 2, Discord, dan entah apa lagi. Aku mengeluarkan Clara dari tim proyekku, dan pekerjaannya kuanggap tidak pernah ada (toh dia pun tidak pernah mengerjakannya). Akunnya kuhapus dari forum, walaupun demi integritas semua tulisannya masih tetap kubiarkan di sana (walaupun sekali-kali aku menyesal dan ingin menghapusnya saja). Intinya, banyak hal yang kulakukan agar aku tidak lagi mengenangnya dan membangkitkan kenangan buruk itu.

Namun, tentu saja, selama status kami belum dibereskan, aku tidak bisa sepenuhnya lepas darinya.

Di awal-awal, sesekali aku masih bertemu dengannya di kantor, walaupun ia selalu mengacuhkanku atau berpura-pura tidak melihatku. Hanya sekali-dua kali aku bertemu dengannya, yaitu saat aku harus meminta kunci apartemen darinya. Setelah itu, aku sama sekali tidak pernah bertemu dengannya, bahkan di acara kantor yang besar sekali pun. Beberapa anggota keluargaku yang lain, entah ceceku, sepupuku, atau ART-ku, pernah melihat dia berjalan-jalan, baik sendirian maupun dengan cowok lain. Bagiku sih, ya aku tidak peduli lagi. Itu sudah haknya untuk mencoba mencari pendamping lain, walaupun semestinya tentu saja ia masih melanggar sumpah suci itu karena statusnya masih terikat sebagai seorang istri. Status yang pastinya tidak lagi dia pedulikan.

Beberapa kali, homili Romo sempat menyinggung masalah pernikahan, dan hampir dalam kesempatan itu pula aku dipenuhi amarah. Bahkan pernah, aku merasakan, bahwa jikalau memang itu mau Gereja, maka untuk apa lagi aku harus mengikuti Gereja. Jika sebuah pernikahan yang rapuh dan penuh prahara harus dipertahankan, di manakah kebahagiaan itu? Namun untungnya, bisikan Roh Kudus lebih kuat, bahwa itulah bisikan setan, yang ingin aku berpaling dari Tuhan. Aku mungkin bukan orang yang taat beragama, bahkan tentu saja aku penuh dosa, namun sejak kejadian ini, semuanya sudah kuserahkan pada Tuhan, sama seperti teladan Bunda Maria yang menerima bahwa ia akan mengandung Yesus dari Roh Kudus. Biarlah semua terjadi atas kehendak-Nya.

Untuk alasan itu pula lah, kadang-kadang aku pernah merasakan titik terendah dalam hidupku karena masalah ini. Di waktu-waktu tersebut, aku bisa begitu sedih dan terpukul atas kenyataan ini, bahwa hanya pernikahanku yang gagal dari rekan-rekan kerjaku. Beberapa kali pernah terbersit pikiran untuk mengakhiri hidup, entah dengan pisau atau melompat dari balkon apartemenku. Namun, sekali lagi Roh Kudus membimbingku, atau mungkin sekedar logika pendekku yang berjalan. Untuk apa kau mengakhiri hidup untuknya? Justru dengan demikian dia akan menang! Tidak ada gunanya. Hidupmu jauh lebih berharga: pengabdianmu pada masyarakat masih dibutuhkan. Orang tuamu masih perlu dirawat. Dengan pemikiran inilah, aku masih hidup hingga saat ini. Aku tidak lagi peduli pada masa depanku; semua perhatianku kini kucurahkan pada pekerjaanku dan orang tuaku.

Walaupun memang, kenangan itu tidak pernah akan hilang. Sesekali ia akan muncul tanpa diundang, dan begitu sulit untuk mengusirnya pergi.

Satu hal yang paling tidak meringankan bebanku adalah aku sudah mendapatkan kepastian bahwa pernikahanku dapat dibatalkan. Alasan-alasan yang sudah kupaparkan dianggap sangat kuat untuk melakukan pembatalan tersebut. Aku tidak akan membeberkan alasannya apa dan bagaimana caranya untuk mengurus pembatalan pernikahan, dan aslinya Gereja melarangku untuk membicarakan hal ini. Aku hanya bisa menyampaikan, ketika memang sudah tidak ada harapan lagi, maka perpisahan resmi masih dimungkinkan.

Bagaimana dengan Clara sendiri? Salah seorang sahabat baikku sesekali melihat apa yang dia lakukan, dan hingga hampir dua tahun ini berlalu, tidak ada perubahan. Clara sudah tidak lagi bermain dengan Larry (aku tidak bisa memastikan karena mereka tidak secara eksplisit menyatakan hal itu, namun sekitar pertengahan tahun 2019 aku sempat melihat Clara say goodbye ke DN M). Tidak ada lagi postingan permainan di Facebook Clara, namun dia masih terjebak pada kebiasaan lamanya: membagikan kutipan-kutipan egoistik yang semuanya berpusat pada aku, aku, dan aku. Kutipan yang membenarkan semua yang dia lakukan, baik di masa lalu maupun masa kini. Terkadang aku masih merasa kasihan pada orang-orang seperti Clara yang terjebak pada lingkaran itu; tidak dapat menerima dan mengakui kesalahan yang sudah mereka perbuat. Namun, tentunya Clara seharusnya sudah dewasa; masalah apakah ia memilih untuk bersikap seperti anak kecil, yang semuanya berpusat pada aku aku dan aku, yang segala keinginannya harus dituruti, hanya Tuhan yang tahu.

Aku sendiri? Well, aku masih berjuang habis-habisan menghadapi kemelut ini. Aku kehilangan minat bermain game, karena tiap kali aku bermain, entah terkadang aku masih bertemu dengan dirinya (walaupun tidak langsung) atau kegiatan bermain itu malah memunculkan kembali kenangan atasnya. Dia sendiri mungkin juga mencoba mencari obat atas luka hatinya dengan semakin giat bermain, namun aku sudah hafal dengan tabiatnya. Caranya untuk melupakan masalah duniawi dengan bermain game hanya malah menjerumuskan dirinya lebih dalam. Biasanya, dia hanya akan memiliki minat berlebih pada suatu game untuk beberapa saat saja, sebelum akhirnya mulai jenuh atas game tersebut dan mulai mencari game lain. Demikian seterusnya: siklus yang terus berulang, dari sejak aku menumbuhkan rasa padanya sampai saat aku ingin melupakannya. Sementara itu, aku juga mencoba mencari game yang bisa memuaskan hatiku dan menumbuhkan gairahku seperti dulu, dan mungkin aku telah menemukannya setelah setahunan ini. Memang, terkadang kenangan itu kembali lagi, namun seiring berjalannya waktu, mungkin aku akan terbiasa dan pada akhirnya bisa mengabaikan kenangan tersebut.

Untuk saat ini, karena wabah COVID-19, tentu saja aku tidak bisa mengurus statusku. Gereja mengharuskan aku bercerai secara sipil terlebih dahulu; biayanya cukup besar, 20 juta lebih. Aku belum punya dana sebanyak itu. Mungkin ini salah satu cara alam untuk membantuku agar aku bisa sembuh terlebih dahulu selagi menyiapkan dana. Agar ketika waktunya tiba, aku siap untuk melepaskan masa laluku dan melangkah maju.

Ke masa depan yang lebih cerah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seluruh komentar pada blog ini akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum diterbitkan.