Kamis, 23 Maret 2023

Bab 7.2: Keputusan. Akhir.

Setelah sekian lamanya, akhirnya saya mendapat panggilan ke tribunal kembali. Di sana, saya diceritakan atas proses yang telah terjadi, yaitu panggilan sidang dari pihak tergugat (mantan istri saya). Saya tidak akan menceritakan detail tentang apa yang terjadi (karena saya tidak ingin mengumbar keburukan orang lain), namun intinya pihak tergugat mengakui seluruh tuduhan saya, terutama karena ada perselingkuhan. Pada pekan ini, keputusan tribunal telah keluar, dan saya dihubungi terlebih dahulu untuk tanda tangan surat pernyataan bahwa saya menerima keputusan ini dan tidak mengajukan banding. Selebihnya, dalam waktu dekat saya akan dipanggil lagi oleh romo dan langsung menghadap di Keuskupan untuk menerima surat anulasi.

Beberapa hal yang diberitahukan ke saya dan saya anggap penting untuk diketahui bersama:

  • Anulasi ini hanya bisa terjadi sekali seumur hidup. Kesempatan berikutnya, jika saya menikah lagi, saya tidak dapat mengajukan anulasi kembali. Ini sebenarnya jadi pisau bermata dua: di satu sisi, memang ini baik dilakukan supaya seseorang tidak bermain-main dengan perkawinan Katolik. Di sisi lain, ini membuat saya semakin takut untuk kembali menjalin hubungan serius atau bahkan sampai ke jenjang perkawinan lagi. Semestinya diperlukan konseling untuk korban-korban perkawinan gagal seperti saya ini, dan setahu saya memang ada. Jadi, kalau memang ada trauma perkawinan, sebaiknya ajukan konseling saja. Ke depan, kalau memang ragu dengan perkawinan itu, lebih baik diurungkan saja. Tidak ada kesempatan kedua.
  • Anulasi bukan perceraian. Anulasi menyatakan perkawinan Gereja ini tidak sah karena adanya kecacatan; itulah sebabnya sidang tribunal lebih banyak menanyakan ke hal-hal sebelum perkawinan dan bukan sesudahnya. Hal-hal sesudah perkawinan sudah ditangani oleh pengadilan sipil.
  • Anulasi bisa ditolak. Ada beberapa kasus yang bisa membuat permohonan anulasi ditolak, dan ini sepenuhnya menjadi keputusan tribunal. Saya tidak dapat cerita secara persisnya kapan suatu permohonan anulasi ditolak, jadi kalau mau permohonannya diterima, saran saya jujur saja. Kalau memang perkawinan itu cacat bahkan sebelum disahkan di depan altar, misalnya karena adanya tekanan atau paksaan, jelaskan apa adanya. Akan lebih baik kalau pihak yang paling dirugikan saja yang mengajukan, supaya alasannya kuat. Itulah sebabnya saya lah yang menggugat anulasi ke mantan istri saya; akan konyol jika kamu mengajukan anulasi karena ingin kawin lagi dengan orang lain.
  • Jangan mengajukan permohonan sakramen perkawinan yang baru ke Gereja sebelum keputusan tribunal diterbitkan. Ini aneh saja sih, karena tentunya Gereja pasti mencatat status perkawinan kita masih berlangsung saat tribunal belum memutuskan apakah permohonan kita diterima atau ditolak. Apalagi kalau kamu mengajukan sakramen perkawinan ke gereja yang sama dengan pernikahanmu sebelumnya. Gereja pasti akan memeriksa terlebih dahulu ke tribunal, apakah proses anulasinya sudah selesai atau belum. Kalau belum, sudah pasti Gereja akan menahan pengajuan sakramen perkawinan yang baru. Lha kan secara resmi masih menjadi suami atau istri orang, bagaimana bisa kawin lagi? Mungkin kalian beranggapan, mana ada sih yang mengajukan perkawinan baru selagi belum diputuskan perkawinan sebelumnya batal? Well, saya adalah salah satu saksi hidup. Saya tidak akan berkomentar lebih jauh tentang ini, karena itu adalah hak mantan istri saya, dan memang Gereja memperbolehkan seseorang untuk kawin setelah anulasinya dikabulkan, bukan saat anulasinya sedang berjalan.
Paling tidak, saya sudah mendapatkan penutup atas kisah hidup saya yang saya anggap paling kelam ini. Sebentar lagi saya bisa menyatakan bahwa saya adalah seorang lajang menurut Gereja Katolik karena pernikahan saya tidak pernah terjadi, walaupun ya menurut negara saya cerai hidup. Saya belum tahu apakah saya bisa pulih dari kejadian ini; biarlah Tuhan yang menuntun jalan hidup saya kelak. Untuk saat ini, saya bisa lega bahwa saya tidak perlu lagi memikirkan anulasi ini, termasuk apa yang mantan istri saya lakukan, karena saya bukanlah siapa-siapa lagi untuknya dan dia bukan siapa-siapa lagi untuk saya. Biarlah kenangan terhadapnya perlahan-lahan lenyap seiring langkah saya menuju kehidupan yang baru, yang lebih cerah dari sebelumnya. Sebentar lagi saya akan menempuh studi lanjut S3, yang tidak akan terjadi andaikan saya tidak mengambil keputusan untuk melalui proses panjang dan melelahkan ini.

Terima kasih sekali lagi untuk kalian yang sudah mengikuti kisah saya dari awal hingga akhir. Semoga pengalaman hidup saya dapat memberikan sesuatu yang berharga untuk kalian. Yang sedang mengajukan anulasi, apapun alasannya, tetap semangat; selama alasan anulasi kalian bukan sesuatu yang didasarkan pada hawa nafsu, saya yakin pada saatnya nanti permohonan kalian akan dikabulkan. Yang sudah menikah, saya terus berdoa semoga kalian tidak perlu sampai mengambil keputusan untuk mengajukan anulasi. Yang hendak menikah, saya cuma berpesan satu hal: yakinlah 100% pada pilihanmu. Begitu ada keraguan, selesaikan dulu keraguan itu sampai tuntas. Kisah hidup saya ini tidak perlu terjadi andaikan saya tegas menyelesaikan keraguan untuk tetap lanjut ke jenjang perkawinan itu, namun saya tidak bisa terus-menerus menyesalinya. Ingatlah, perkawinan hanya terjadi sekali seumur hidup.

Tuhan menyertai kita semua. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seluruh komentar pada blog ini akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum diterbitkan.