Ini mungkin update yang ditunggu-tunggu mereka yang ingin tahu tata cara perceraian non-Muslim di pengadilan negeri. Let me tell my story sebagai seorang Katolik.
Jadi, setelah mendapatkan pengacara, yang harus aku lakukan adalah menunggu sampai dapat panggilan. Yang sudah baca bab 5 tahu kalau saya masukkan berkas bulan Agustus. Karena COVID-19, saya baru dapat panggilan untuk sidang di tanggal 8 September 2020. Bagi saya, ini sidang pertama, namun ternyata ini adalah sidang ketiga dari keseluruhan persidangan. Sidang pertama dan kedua hanya dihadiri kuasa hukum saya, dan dari pihak tergugat (istri) tidak ada yang perlu dilakukan. Abaikan semua panggilan pengadilan. Tapi diingat ya, ini hanya kalau kedua belah pihak memang sepakat untuk bercerai baik-baik dan memang tidak ada yang disengketakan, termasuk pembagian harta. Cukup salah satu pihak saja yang perlu hadir ketika dipanggil pengadilan.
Nah, untuk persidangan ini, saya harus membawa dua orang saksi yang memang mengetahui persis tentang prahara rumah tangga saya. Sidang saya dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jl. Arjuno Surabaya. Itu tinggal datang saja, lalu... menunggu sampai dipanggil. Ini bisa berlangsung seharian: saya mestinya dijadwalkan pukul 09.00 oleh pengacara saya, tapi akhirnya baru sidang sekitar pukul 14.00. Selama sidang, ngapain saja? Well, sejujurnya, ini agak konyol, karena pengacara saya akan menanyai saksi-saksi. Lha berat sebelah dong? Masa pengacara sendiri nanyain saksi sendiri? Ya itu yang terjadi di persidangan saya 😁 hanya ada tiga pertanyaan yang diajukan karena hakimnya sendiri sudah capek, setelah itu saya diminta menunggu sebentar, untuk dibacakan bahwa sidang ditunda kembali dua pekan untuk dibacakan putusan. Tapi, saya tidak perlu hadir di sidang putusan tersebut.
Sudah, gitu aja? Yes. Cukup mudah ya?
Untuk penduduk Surabaya, informasi tentang persidangan di PN bisa dicek di https://sipp.pn-surabayakota.go.id/, tinggal masukkan nomor perkara saja. Ini contoh info yang bisa didapat di sana; untuk kasus perceraian nama kedua belah pihak disamarkan kok, jadi tenang saja.
Ini adalah tabel agenda persidangan. Bisa terlihat di sini, karena COVID-19, sidang saya sempat ditunda dua pekan.
Yang ini tabel riwayat perkara. Saya nggak ngerti istilah hukum sih, tapi minutasi itu kalau nggak salah artinya pemberkasan putusan. Jadi, aslinya keputusan dari sidang perceraian saya sudah keluar tanggal 22 September 2020. Cuma, setelah itu entah apa yang terjadi, birokrasi apa saja yang terjadi di dalam PN, sehingga yang katanya pengacara saya normalnya saya akan menerima salinan putusan pengadilan dalam dua pekan, akhirnya molor sampai pertengahan November 2020. Hampir dua bulan! Amat disayangkan bahwa sistem daring ini tidak terlalu efektif memangkas birokrasi pengadilan.
Yang saya terima dari PN ada dua berkas. Yang pertama adalah surat pengantar putusan pengadilan ke Dispenduk capil alias pencatatan sipil. Yang kedua adalah salinan putusan pengadilan itu sendiri (punya saya dua belas halaman). Simpan baik-baik dokumen ini, kalau perlu difoto kopi minimal dua salinan. Satu salinan untuk dilegalisir ke PN yang mengeluarkan, satunya untuk sekedar arsip saja.
Kenapa harus dilegalisir? Nah, langkah berikutnya, setelah oleh PN dinyatakan cerai, maka kita perlu mengurus ke catatan sipil. Untuk warga Surabaya, ini gampang banget ternyata. Tinggal buka aplikasi Klampid punya Dispendukcapil Surabaya. Nggak perlu unduh apa-apa, langsung saja klik ke https://klampid.disdukcapilsurabaya.id/. Registrasi dulu menggunakan NIK, bikin username dan password yang diinginkan, aktivasi akun, lalu masuk deh. Sebisa mungkin validasi akun dulu dengan mengunggah tanda tangan. Kalau sudah, di dashboard ada menu Permohonan Akta Perceraian, tinggal pilih menu itu dan ikuti petunjuknya. Jelas banget kok.
Pengisiannya juga mudah. Tergantung yang ngajukan siapa, masukkan NIK-mu dulu, baru masukkan NIK mantan pasangan. Nanti nama dan informasi lain akan langsung dimunculkan. Berikutnya, tinggal isi data yang diminta, seperti nomor akta perkawinan, tanggal diterbitkannya, alasan perceraian, nomor surat putusan pengadilan, dan lain-lain. Ambil saja dari dokumen yang sudah dimiliki, pastikan benar.
Di tahap terakhir, Klampid nanti akan minta beberapa dokumen yang harus dipindai dan dijadikan satu PDF, jadi siapkan dokumen-dokumen ini:
- Kutipan akta perkawinan catatan sipil. Tidak ada keterangan sih milik siapa (kan ada dua salinan tuh, satu punya suami dan satu punya istri), jadi paling aman masukkan keduanya saja. Dugaan saya sih, cukup satu salinan saja sesuai yang mengajukan (suami atau istri).
- Akta kelahiran. Sama, mending masukkan punya suami dan istri saja.
- Surat pengantar pengadilan. Gunakan milik sendiri.
- Kartu keluarga. Lho, kalau belum ngurus, gimana? Don't worry, saya juga ga punya KK sendiri karena toh umur perkawinan saya cuma tiga bulan. Yang ini ternyata nggak diperiksa 🤭
Dokumen-dokumen ini mungkin daftarnya berbeda ya, jadi mending langsung isi saja datanya di Klampid bagian permohonan akta perceraian. Dokumen yang diminta akan diberitahukan di bagian bawah halaman.
Setelah selesai, nanti kita akan dapat e-kitir. Unduh dan cetak sekali, karena ini wajib dibawa ke Dispendukcapil waktu mengambil akta cerai nanti. Baca juga e-kitir tersebut, karena memuat dokumen yang harus dibawa saat pengambilan akta cerai nanti. Apa saja dokumennya?
- Pas foto diri sendiri 3x4
- Salinan putusan cerai dari PN (termasuk surat pengantarnya)
- Kutipan akta perkawinan milik sendiri
Nah, ini ada perbedaan dikit dengan informasi dari petunjuk di website maupun ketika kita nanti dikontak orang Dispenduk, jadi siapkan dokumen-dokumen ekstra berikut. Mending disiapkan daripada nanti ditolak waktu mengambil.
- Fotokopi legalisir surat pengantar dari pengadilan
- Fotokopi legalisir salinan putusan pengadilan
- Fotokopi akta lahir diri sendiri
- KTP asli
- Fotokopi legalisir KK. Kalau pengalaman saya yang belum punya KK sendiri, ternyata tidak dicek oleh Dispenduk, bahkan saya cuma bawa fotokopi KK ayah (tapi sudah legalisir). Legalisir KK dulu di kecamatan (atau kelurahan, lupa), tapi sekarang di Klampid bisa mengajukan.
Dua dokumen pertama (legalisir surat pengantar pengadilan dan salinan putusan pengadilan) bisa dimintakan legalisir ke pengadilan yang mengeluarkan dokumen tersebut. Saya mengurusnya ke Pengadilan Negeri Surabaya di jalan Arjuno. Mengurusnya sangat cepat dalam masa pandemi ini, disediakan loket khusus untuk legalisir dengan jaminan satu jam selesai. Punya saya? Hanya 15 menit 😀
Kalau semua dokumen-dokumen sudah siap (baik asli maupun fotokopi), perhatikan status permohonan di Klampid. Kalau nomor HP yang kita daftarkan ada di WA, nanti kita akan di-WA Disdukcapil seperti ini.
Enak ya? Setelah itu, saya di-WA petugas Dispenduk untuk janjian dulu mau ambil kapan, berhubung masa pandemi. Silakan janjian, lalu pada waktu yang telah ditentukan datang ke gedung Siola. Bilang saja mau ke Dispenduk untuk mengambil akta cerai, sudah janjian dengan siapapun yang WA kita. Lalu naik ke lantai 3, cari lokasi Dispendukcapil. Ini gampang ditemukan dari eskalator: tinggal ikuti papan petunjuk Dispenduk dan cari ruangan Pencatatan Sipil (ada di sebelah kiri). Nanti tinggal bilang ke petugas mau ambil akta cerai, lalu serahkan semua dokumen yang diminta. Kita tinggal tanda tangan, lalu akta cerai akan diberikan dalam bentuk kertas HVS A4 80 gram. Ada QR code-nya, bisa dicek nantinya untuk keaslian, jadi sudah tidak perlu dilegalisir lagi. Berkas digitalnya nanti akan dikirimkan ke kita kalau sudah selesai dicetak (perhatikan status di Klampid).
Langkah berikutnya adalah mengganti status di KTP dan KK. Semuanya juga tinggal dilakukan di Klampid. Untuk KTP, nanti yang baru akan dikirimkan ke alamat rumah. KK tinggal dicetak sendiri. Saya belum melakukan ini sih, tapi harusnya pilih menu Pemutakhiran biodata dulu, mengisi perubahan status dari kawin jadi cerai hidup, lalu tunggu diproses. Baru setelah itu kita bisa cetak KTP dan KK.
Mudah ya ternyata mengurus akta cerai di Surabaya? Semoga tulisan ini bisa membantu teman-teman yang kebetulan menghadapi nasib yang sama seperti saya.
Oh ya, ini harus dilakukan secara mandiri oleh kedua belah pihak ya. Jadi, mantan pasangan kalian juga harus melakukan langkah-langkah yang sama, tapi menggunakan data dan dokumennya sendiri. ya kecuali mereka mau menunda mengurus (mungkin karena malas), tapi in the end kalau mereka mau menikah lagi, akta cerai mutlak diperlukan karena status kita sekarang adalah cerai hidup.
Selamat menikmati kebebasan baru! Bagi saya, ini belum usai, karena masih ada pengurusan anulasi perkawinan di Gereja Katolik. Doakan lancar yah!